Kajian
Kajian Eektivitas Kebijakan Penghematan Dan Pengembangan Energi Alternatif
Kamis, 4 Januari 2007 | 05:00:00 WIB - Jumlah Dilihat: 1061
 
 

Tim Penulis :
Enni Iriani, Jat Jat W, Nugraha Lili Nujana, Krismiyati, Joni Dawud

Tahun :
2007

Lokus :
Pemerintah Daerah

ABSTRAK

Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan energi primer yang dominan dikonsumsi dalam perekonomian nasional, baik untuk keperluan sektor transportasi, rumah tangga, industri, maupun pembangkit listrik. Persentase konsumsi BBM merupakan bagian terbesar dari total pemakaian energi final dan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 80an, hal ini tidak menjadi masalah karena Indonesia merupakan produsen minyak yang besar yang mampu menjadi pengekspor minyak keluar negeri. Akan tetapi kini keadaan berubah, produksi minyak Indonesia bahkan sudah tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Tingkat konsumsi BBM yang besar oleh masyarakat mengakibatkan subsidi yang harus disediakan oleh Pemerintah membesar pula. Beban anggaran yang harus disediakanpun menjadi berlipat ganda ketika harga minyak mentah dunia meningkat sedikit saja, seperti yang diberitakan dalam harian Kompas edisi 17 Oktober 2007. “Harga minyak mentah dunia, Selasa (16/10), terus melambung hingga mencapai rekor tertinggi 87,46 dollar AS per barrel di bursa New York, Amerika Serikat. Kenaikan harga minyak juga terjadi di bursa London yang mencetak rekor yaitu 83,97 dollar AS per barrel…..Menurut Kurtubi, dengan asumsi defisit APBN untuk setiap kenaikan harga minyak 1 dollar AS adalah sebesar Rp 500 miliar sampai Rp 1 triliun, maka defisit APBN akibat kenaikan harga minyak 25 dollar AS ditaksir mencapai Rp 25 triliun..” Keadaan ini telah diantisipasi oleh Pemerintah dengan mengeluarkan Kebijakan Energi Nasional melalui Peraturan Presiden No 5 Tahun 2006.

Kebijakan Energi Nasional tersebut lebih diarahkan pada pengembangan energi alternative, seperti yang dinyatakan oleh Presiden RI dalam pidato kenegaraan tanggal 16 Agustus 2006 yang lalu bahwa kebijakan pemerintah di bidang energi “… diarahkan kepada pemanfaatan sumber energi penggganti minyak bumi yang berasal dari batu bara, air, gas serta energi terbarukan khususnya biofuel yang lebih murah sehingga terjangkau masyarakat”. Kebijakan ini mendorong semua fihak untuk melakukan upaya secara lebih nyata dalam mendukung pengembangan energi alternatif pengganti BBM. Pertumbuhan konsumsi yang sangat cepat hingga mencapai angka 10% per tahun dan dengan harga minyak yang mencapai US$ 60 perbarel telah membuat Pemerintah Indonesia berada pada posisi yang tidak menguntungkan. Walaupun Indonesia termasuk eksportir minyak mentah, namun konsumsi domestik yang tinggi telah menyebabkan subsidi BBM yang dialokasikan dalam anggaran pemerintah menjadi sangat besar sehingga dikhawatirkan kebutuhan domestic tidak mampu disubsidi lagi.

Dari gambaran umum kebijakan yang terdapat dalam Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan energi nasional ini mencakup arahan kebijakan tentang pemanfaatan energi dari sumber energi konvensional dan pemanfaatan serta pengembangan energi alternatif. Sumber energi konvensional, seperti minyak bumi dan batubara, disebut juga energi fosil yang tergolong dalam jenis energi tak terbarukan (unrenewable energy), karena proses pembentukannya memerlukan waktu jutaan tahun. Sumber energi terbarukan, misalnya panasbumi, air, gas biofuel, angin, panas matahari, dan lain sebagainya, adalah sumber energi yang dapat diperbaharui dan biasanya disebut dengan energi alternatif.

Semakin menipisnya sumber cadangan energi konvensional menuntut adanya upaya penghematan oleh berbagai pihak. Sementara itu, berbagai energi alternatif dengan jumlah cadangan yang cukup melimpah, baik cadangan riil maupun berupa potensi, menuntut adanya upaya optimalisasi dalam hal pemanfaatan dan pengembangannya. Upaya penghematan energi nasional dan pengembangan energi alternatif memiliki nilai urgensi yang sama dalam rangka menjamin keamanan pasokan energi nasional. Dengan demikian, agar mencapai tujuan yang diharapkan, upaya-upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak yang berkepentingan perlu diatur secara seimbang, baik oleh pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat pada umumnya.

Mengingat pentingnya implementasi kebijakan yang terarah dan terintegrasi agar memberikan dampak kebijakan yang diharapkan maka Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur (PKP2A) I Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, sebagai salah satu lembaga yang berfungsi memberikan rekomendasi dalam penyusunan dan implementasi kebijakan publik, perlu mengkaji bagaimana implementasi Peraturan Presiden 05 Tahun 2006 dan permasalahannya di Daerah Kabupaten. Saran dan rekomendasi yang akan dihasilkan diharapkan dapat membantu Pemerintah Pusat dan Daerah dalam mengelola kebijakan tersebut, khususnya yang terkait dengan energi alternatif, agar menjadi lebih terarah dan terintegrasi sehingga dapat menghasilkan dampak yang terbaik bagi kehidupan bangsa dan negara Indonesia.