Kajian
Evaluasi Terhadap Model Kelembagaan dan Ketatalaksanaan Antar Daerah Perbatasan (Formulasi Peraturan Kerjasama Pelayanan Publik Antar Kabupaten Kota dalam Suatu Wilayah Provinsi)
Kamis, 4 Januari 2007 | 05:00:00 WIB - Jumlah Dilihat: 1303
 
 

Tim penulis:
Dayat Hidayat, Deddy Mulyadi, Wawan Dharma Setiawan, Sedarmayanti, Joni Daud, Syarifudin Hidayat, Enni Iriani, Ayat Suryatna, Zulfikar, Emma Komalaningsih, Putri Wulandari, Budi Permana, Haris Rusmana, Indra Risni Utami, Anita Ilyas, Yudiantarti, Tanti Piani Puspita, Tino Trisno Mulya

Tahun:
2007

Lokus:
Pemerintah Daerah

ABSTRAK

Amanat UU Nomor 32 tahun 2004 dimaknai, bahwa kesejahteraan rakyat menjadi muara dari segala daya usaha, termasuk dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah.

Namun demikian dalam kenyataannya, mensejahterakan rakyat melalui lembaga (pemerintah maupun pemerintah daerah) sulit diwujudkan bilamana tidak melakukan kerjasama. Selain faktor internal dari lembaga tersebut yang pada hakekatnya sumber daya yang dimiliki terbatas, jumlah penduduk yang terus bertambah, juga oleh faktor eksternal yang secara perlahan tetapi pasti memaksa suatu lembaga untuk bekerja sama dalam memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin cepat. Dengan demikian, kerjasama bukan hanya sekedar pilihan, melainkan keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, khususnya dalam memanfaatkan potensi dan peluang masing-masing daerah.

Badan kerjasama pelayanan antar pemerintah daerah kabupaten/kota dapat diwujudkan dalam suatu kawasan, diantaranya kawasan atau wilayah dalam satu propinsi. Hal ini sejalan dengan fungsi pemerintah propinsi yang mengkoordinasikan kepentingan antar pemerintah kabupaten/kota dalam mencapai kesejahteraan pelayanan kepada masyarakat.

Dalam konteks kerjasama bidang pelayanan publik yang menjadi kajian kali ini adalah kerjasama antarkabupaten/kota dalam satu provinsi di bidang pelayanan publik. Kerjasama ini tidak bisa ditawar-tawar lagi mengingat kebutuhan masyarakat dalam pelayanan semakin meningkat. Selian itu kerjasama pelayanan akan mempreoleh banyak keuntungan, diantaranya:

  1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menyelenggarakan pemerintahannya menganut asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Dengan asas desentralisasi kewenangan Pemerintah diserahkan kepada daerah otonom dan daerah otonom diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus kewenangannya sesuai kepentingan masyarakat. Dalam menyelenggarakan pemerintahannya, daerah diberi kewenangan untuk melakukan kerjasama dengan daerah lain dan pihak ketiga.
  2. Kerjasama daerah merupakan sarana untuk lebih memantapkan hubungan dan keterikatan daerah yang satu dengan daerah yang lain dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, menyerasikan pembangunan daerah, mensinergikan potensi antardaerah dan/atau dengan pihak ketiga serta meningkatkan pertukaran pengetahuan, teknologi dan kapasitas fiskal.
  3. Melalui kerjasama daerah diharapkan dapat mengurangi kesenjangan daerah dalam penyediaan pelayanan umum khususnya yang ada di wilayah terpencil, perbatasan antardaerah dan daerah tertinggal.
  4. Kerjasama daerah dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan sumber pendapatan asli daerah. Oleh karena itu, kerjasama daerah yang membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan masyarakat harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Namun dalam mewujudkan kerjasama antardaerah tidaklah gampang. Hal ini disebabkan banyaknya kendala . Menurut kajian LAN Jakarta (2004:5-6) menunjukkan adanya hambatan dalam mewujudkan kerjasama antardaerah, diantaranya: Pertama belum adanya kepastian mengenai peraturan, khususnya yang mengatur mekanisme kerjasama pelayanan antar pemerintah daerah dalam satu propinsi, kedua, masih ragunya pemerintah daerah mengimplementasikan kerjasama antar pemerintah daerah sampai tahap operasional, ketiga: berkembangnya politikal will pemerintah pusat untuk memfasilitasi dan mendorong pemerintah daerah untuk mengembangkan kerjasama antar pemerintah daerah, keempat: selama ini disinyalir antar daerah lebih mengedepankan perbedaan kepentingan bukannya kesamaan kepentingan, kelima: belum jelas mengenai jenjang peraturan perundangan yang mewadahi kerjasama antar daerah.

Dengan masih banyaknya hambatan dalam mewujudkan kerjasama antar daerah maka diperlukannya kajian mengenai ketentuan dan prinsip-prinsip dasar kerjasama pelayanan publik antardaerah yang ditetapkan pada suatu wilayah propinsi.

Berdasarkan hasil kajin kerjasama antardaerah dalam satu provinsi berkenaan dengan pelayanan publik menunjukkan keharusan formulasi sebagai berikut:

Dalam ketentuan kerjasama, pemerintah daerah yang melakukan kerjasama adalah gubernur, bupati atau wali kota dan perangkat daerah yang berstatus sebagai penyelenggara pemerintahan daerah yang melaksanakan pelayanan kepada masyarakat; kerjasama antar daerah dilakukan atas dasar kesepakatan antara gubernur dengan bupati/wali kota atau antara bupati/wali kota dengan bupati/wali kota yang lain, dan atau gubernur, bupati/wali kota dengan pihak ketiga, yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban; pihak ketiga adalah Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen atau sebutan lain, perusahaan swasta yang berbadan hukum, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, Yayasan, dan lembaga di dalam negeri lainnya yang berbadan hukum; Badan kerjasama pelayanan publik adalah suatu forum untuk melaksanakan kerjasama yang keanggotaannya merupakan wakil yang ditunjuk dari daerah yang melakukan kerjasama dalam suatu atau beberapa pelayanan publik; Pelayanan publik adalah pelayanan daerah yang diberikan bagi masyarakat oleh Pemerintah yang berupa pelayanan administrasi, pengembangan sektor unggulan dan penyediaan barang dan jasa seperti rumah sakit, pasar, pengelolaan air bersih, perumahan, tempat pemakaman umum, perparkiran, persampahan, pariwisata, dan lain-lain; Surat Kuasa adalah naskah dinas yang dikeluarkan oleh kepala daerah sebagai alat pemberitahuan dan tanda bukti yang berisi pemberian mandat atas wewenang dari kepala daerah kepada pejabat yang diberi kuasa untuk bertindak atas nama kepala daerah untuk menerima naskah kerjasama daerah, menyatakan persetujuan pemerintah daerah untuk mengikatkan diri pada kerjasama daerah, dan/atau menyelesaikan halhal lain yang diperlukan dalam pembuatan kerjasama daerah; dan Gubernur adalah kepala pemerintahan yang bertugas menjadi Pembina dan pengawas kerjasama pelayanan publik antar daerah pada suatu propinsi.