Kajian
Kajian Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Jatinangor
Sabtu, 3 Januari 2015 | 05:00:00 WIB - Jumlah Dilihat: 2362
 
 

Tim Penulis:
Shafiera Amalia

Tahun:
2014

Lokus:
Pemerintah Daerah

ABSTRAK

Kawasan Jatinangor kini berkembang sangat pesat. Kawasan yang dulunya bercirikan agraris berubah menjadi kawasan perkotaan. Perubahan itu disebabkan kawasan ini diperuntukkan sebagai kawasan pendidikan. Selain itu, Kawasan Jatinangor juga termasuk wilayah Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung. Ada lima kecamatan yang termasuk kawasan ini, yaitu : Kecamatan Jatinangor; Kecamatan Cimanggung; Kecamatan Tanjungsari; Kecamatan Sukasari dan Kecamatan Pamulihan. Menurut Studi Kelayakan Kawasan Jatinangor Sebagai Kawasan Perkotaan yang dilakukan oleh Bappeda Sumedang tahun 2009, kawasan ini sudah bercirikan kawasan perkotaan, walaupun agar dapat berkembang menjadi kota yang layak huni, nyaman dan berkelanjutan membutuhkan beberapa persyaratan yang menjadi prioritas untuk dipenuhi terutama yang terkait dengan aspek pelayanan perkotaan (prasarana perkotaan). Harus diakui bahwa pembangunan fisik dan perekonomian yang sudah berkembang pesat, tidak berbanding lurus dengan penyediaan berbagai pelayanan publik. Sebagai kawasan pendidikan dan pemukiman, pelayanan yang tersedia masih terbatas.

 Dari aspek pemerintahan, SKPD kewilayahan yang ada di Kawasan Jatinangor adalah Kecamatan. Mengingat kawasan ini sudah mengarah pada kawasan perkotaan, kecamatan tidak memiliki kewenangan yang cukup untuk mengatur wilayah ini. Kecamatan saat ini lebih banyak berfungsi untuk menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembuatan rekomendasi berbagai pelayanan administrative. Sementara itu, Dinas/Badan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sumedang yang memiliki kewenangan untuk mengelola kawasan ini belum melakukan banyak hal dalam menata ruang dan menyiapkan berbagai pelayanan publik yang mendukung terwujudnya kawasan Jatinangor menjadi kawasan perkotaan yang layak huni dan nyaman bagi warganya.

 Kawasan perkotaan di Daerah Kabupaten sebenarnya dimungkinkan dalam konteks otonomi daerah yang sedang berlaku saat ini. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan, ada beberapa cara pengelolaan daerah perkotaan, yaitu kawasan perkotaan yang merupakan daerah otonom dikelola oleh pemerintah kota; kawasan perkotaan yang merupakan bagian daerah kabupaten dikelola oleh pemerintah kabupaten atau Lembaga Pengelola yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada pemerintah kabupaten; dan Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan langsung dikelola bersama oleh pemerintah kabupaten terkait dan dikoordinasikan oleh pemerintah provinsi.

 Berdasarkan aturan tersebut, Pemerintah Kabupaten Sumedang memiliki kewenangan penuh untuk mengelola kawasan Jatinangor. Pemerintah Kabupaten Sumedang dapat mengelola kawasan ini dengan memanfaatkan kolaborasi dan kerjasama antara beberapa SKPD yang terkait dengan penataan ruang dan penyediaan pelayanan atau membentuk kelembagaan khusus yang memiliki kewenangan untuk mengelola kawasan ini. Namun demikian, hingga tahun 2014 ini, pemerintah kabupaten Sumedang belum mengambil kebijakan terkait bagaimana mengelola kawasan ini. Di sisi yang lain, pembangunan yang masif dan tidak terkendali di kawasan ini semakin melemahkan daya dukung lingkungan. Dengan demikian, kebijakan pengelolaan kawasan Jatinangor, khususnya dalam pembagian kewenangan dan kelembagaan pengelolaan kawasan Jatinangor menjadi masalah yang cukup menarik untuk dicermati. Pembagian kewenangan dan kelembagaan yang tepat dapat menjadi kunci bagi perbaikan tata ruang dan pelayanan publik di kawasan Jatinangor. Dengan demikian, kawasan perkotaan yang mendukung pusat pendidikan Jawa barat ini benar-benar menjadi kawasan yang layak huni dan nyaman bagi seluruh warganya.

 Berdasarkan latar belakang di atas, beberapa pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui penelitian ini adalah :

  1. Bagaimana kondisi eksisting kelembagaan pengelolaan kawasan Jatinangor?
  2. Apa dan bagaimana masalah kelembagaan pengelolaan kawasan Jatinangor?
  3. Bagaimana prediksi dampak yang akan terjadi bila masalah kelembagaan pengelolaan kawasan Jatinangor tidak segera diselesaikan?

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif-eksploratif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah Studi kepustakaan (desk research); Observasi; dan Wawancara. Adapun informan kunci dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang dianggap paling menguasai tentang penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan di kawasan Jatinangor diantaranya adalah Kecamatan Jatinangor; Bappeda Kabupaten Sumedang; Dinas Pekerjaan Umum; Badan Lingkungan Hidup; dan Badan Kepegawaian daerah. Dalam penelitian ini, data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan teknik deskriptif kualitatif.

Adapun beberapa kesimpulan dari kajian ini adalah sebagai berikut:

  1. Kelembagaan eksisting pengelolaan Kawasan Jatinangor adalah seluruh SKPD di Kabupaten Sumedang kecuali Sekretariat DPRD dan Kelurahan. SKPD tersebut terdiri dari Sekretariat Daerah; 13 Dinas; 6 Badan; 3 Kantor; Inspektorat; Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD); Satpol PP; Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD); 5 Kecamatan. Di bawah kecamatan terdapat desa sebagai tingkat pemerintahan terendah. Di Kawasan Jatinangor terdapat 53 Desa.
  2. Secara lebih detail, masalah kelembagaan pengelolaan Kawasan Jatinangor dijelaskan sebagai berikut :
    • Dari aspek kepemimpinan, kepemimpinan Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang periode 2013-2018 dapat dikatakan belum memiliki political will yang kuat dalam pengelolaan Kawasan Jatinangor. Saat ini Bupati belum memiliki perhatian khusus terhadap pengelolaan Kawasan Jatinangor.
    • Dari aspek perencanaan strategis, dilihat dari dokumen RPJMD Kabupaten Sumedang Tahun 2014 – 2018, pengelolaan kawasan Jatinangor tidak termasuk dalam program unggulan ataupun program strategis Kabupaten Sumedang Tahun 2014 – 2018. Hal ini berarti pengelolaan Kawasan Jatinangor tidak menjadi urusan yang urgen dan prioritas bagi Kabupaten Sumedang. Sehingga Kawasan Jatinangor tidak akan mendapat prioritas dalam alokasi anggaran dan kegiatan SKPD.
    • Dari aspek kewenangan dan struktur organisasi, seperti sudah dikemukakan sebelumnya, penyelenggara pemerintahan dan pelayanan publik di Kawasan Jatinangor adalah oleh SKPD Kabupaten Sumedang dan Desa. Masalah utama yang ditemukan dalam aspek ini adalah pengelolaan Kawasan Jatinangor masih mengikuti pola kelembagaan umum, Tidak ada lembaga khusus yang dibentuk untuk mengelola Kawasan Jatinangor. Masalah lain yang ditemukan dalam aspek ini adalah terkait dengan implementasi pelimpahan kewenangan dari Bupati kepada Camat belum optimal. Selain itu desa sebagai tingkat pemerintahan terendah juga menjadi masalah tersendiri.
    • Dari aspek hubungan kerja, hubungan kerja dan koordinasi antara SKPD pengelola kawasan sudah berjalan baik. Namun, hubungan kerja antara SKPD dengan perguruan tinggi dan masyarakat Kawasan belum terjalin dengan baik. Masih terdapat kurang komunikasi dan koordinasi antara perguruan tinggi dengan pihak SKPD Kabupaten Sumedang. Hubungan kerja antara SKPD Kabupaten Sumedang dengan masyarakat di Kawasan Jatinangor juga kurang harmonis. Pihak SKPD mengemukakan bahwa masyarakat Kawasan Jatinangor sulit diajak bekerjasama dan berpartisipasi dalam kegiatan Pemerintah Daerah.
    • Dari aspek SDM pegawai, hasil penelitian menunjukkan kualitas dan kuantitas SDM Pegawai Kecamatan di Kawasan Jatinangor sudah memadai untuk melaksanakan tugas dan fungsi Kecamatan.
    • Dari aspek anggaran, anggaran yang dialokasikan untuk Kecamatan di Kawasan Jatinangor jumlahnya sangat kecil sehingga kurang memadai untuk menyelenggarakan pelayanan secara optimal. Selain itu, anggaran yang dialokasikan oleh SKPD sektoral untuk Kawasan Jatinangor juga belum optimal.
  3. Bila masalah kelembagaan tersebut tidak segera diselesaikan, dampak yang akan terjadi adalah penyelenggaraan pelayanan public di Kawasan Jatinangor akan stagnan seperti saat ini dan tidak ada perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan di Kawasan Jatinangor.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa hal yang dapat menjadi rekomendasi bagi stakeholder di Kawasan Jatinangor, yaitu :

  1. Pemerintah Kabupaten Sumedang hendaknya mengupayakan pembentukan lembaga khusus pengelola Kawasan Jatinangor. Karena Kawasan Jatinangor termasuk kedalam Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung, maka direkomendasikan lembaga khusus pengelola Kawasan Jatinangor tersebut sejalan atau menjadi bagian dari lembaga pengelola Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung sehingga pengelolaan di Kawasan Jatinangor terintegasi dengan pengelolaan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung.
  2. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi hendaknya mengupayakan agar rancangan Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung sedang di bahas segera dapat disahkan.
  3. Pihak Pemerintah Kabupaten Sumedang hendaknya membangun kerjasama dengan pihak perguruan tinggi dan instansi pemerintah lainnya di Kawasan Jatinangor.