Kajian
Kajian Pengembangan Model Seleksi Fit And Proper Test Bagi Pejabat Publik
Selasa, 2 Juni 2009 | 12:00:00 WIB - Jumlah Dilihat: 5761
 
 

Tim penulis: 
Agus Wahyuadianto, Shafiera Amalia, Yudiantarti Safitri, Rr. Harida Indraswari, M. Fahrurozi R.N., Muhammad Afif M., Rosita Novi Andari, Joni Dawud, Gering Supriyadi

Tahun: 
2009

Lokus: 
Jakarta, Banjarbaru, Yogyakarta, Solo, Malang, Surabaya

 

ABSTRAK

Kondisi Aparatur Negara dewasa ini digambarkan secara gamblang oleh Menpan (2007:4) sebagai berikut:

Inefisiensi, inefektivitas, tidak profesional, tidak netral, tidak disiplin, tidak patuh pada aturan, rekrutmen PNS tidak transparan, belum ada perubahan mindset, KKN yang marak di berbagai jenjang pekerjaan, abdi masyarakat belum terbangun, pemerintahan belum akuntabel, transparan, partisipatif, dan kredibel, pelayanan publik belum berkualitas dan pelayanan publik prima belum terbangun secara luas.    

Reformasi birokrasi yang dihadapkan pada permasalahan tersebut dapat lebih efektif apabila dimulai dengan reformasi terhadap para pemimpinnya yang akan memberikan dampak snowbowling effect. Reformasi tersebut dapat dilakukan melalui penataan system yang dapat membantu mengubah mindset para calon pemimpin di setiap eselon. Untuk itu maka seleksi pejabat publik merupakan titik strategis bagi keberhasilan reformasi birokrasi.  

Seleksi pejabat publik, yang dalam kajian ini dibatasi pada seleksi pejabat eksekutif/birokrasi pemerintahan, diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 jo Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural. Dalam PP tersebut, khususnya dalam pasal 5 dan 6, dinyatakan bahwa persyaratan untuk dapat diangkat dalam jabatan struktural, adalah sebagai berikut:

  1. berstatus Pegawai Negeri Sipil;
  2. serendah-rendahnya menduduki pangkat 1 (satu) tingkat di bawah jenjang pangkat yang ditentukan;
  3. memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan;
  4. semua unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir;
  5. memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan; dan
  6. sehat jasmani dan rohani.
  7. pertimbangan atas faktor senioritas dalam kepangkatan, usia, pendidikan dan pelatihan jabatan, dan pengalaman yang dimiliki (dalam pasal 6).

Berdasarkan hasil penelitian lapangan, Diskusi Terbatas, dan kajian dokumentasi disimpulkan bahwa setidaknya tiga poin dari persyaratan tersebut di atas, yaitu poin c, d, dan e, dalam penerapannya masih cukup bias dan kurang objektif. Hal tersebut diakibatkan oleh kurang efektifnya pembinaan karir pegawai dan pelaksanaan manajemen kinerja serta manajemen kompetensi yang dilakukan oleh Pemerintah Nasional pada umumnya dan Pemerintah Daerah pada khususnya. Berbagai aspek yang esensial untuk efektifitas pelaksanaan manajemen kinerja dan kompetensi masih belum tersedia atau tertata sehingga outputnya belum sesuai dengan yang diharapkan, yaitu seperti yang dinyatakan dalam UU 43/1999 terbentuknya Pegawai Negeri Sipil yang professional, bertanggung jawab, jujur dan adil.

Model seleksi yang diajukan sebagai output dari kajian ini terbangun dalam 3 (tiga) dimensi, yaitu dimensi input, proses, dan output yang secara keseluruhan terdiri dari 8 (delapan) unsur, yaitu unsur-unsur:

  1. Standar Kompetensi dan Kinerja;
  2. Peserta Seleksi;
  3. Lembaga Seleksi;
  4. Metode dan Instrumen Seleksi;
  5. Materi dan tempat Seleksi
  6. Persiapan Seleksi;
  7. Pelaksanaan Seleksi, dan
  8. Pasca Seleksi.

Ketiga dimensi tersebut diatas dibangun diatas 5 (lima) elemen, yaitu:

  1. Elemen Portofolio dan Track Record, yang terdiri dari Kompetensi dan Kinerja;
  2. Elemen Potensi dan Kompetensi Umum;
  3. Elemen Kompetensi Strategis, Social dan Etika;
  4. Elemen Forum Baperjakat, dan
  5. Elemen Pengambilan Keputusan oleh Kepala Daerah.

Dalam model tersebut, setiap elemen dirinci secara lebih operasional sehingga pelaksanaannya menjadi lebih terarah dan efektif, demikian pula dengan mekanisme dan prosedur pelaksanaan masing-masing elemen yang disusun sedemikian rupa sehingga menunjukkan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Model ini menuntut perubahan terhadap struktur keanggotaan tim Badan Pertimbangan Jabatan dan Pangkat yang berlaku pada saat ini. Laporan kajian ini diakhiri dengan beberapa saran kebijakan, baik kepada Pemerintah Nasional maupun kepada Pemerintah Daerah agar aplikasi model yang diajukan menjadi lebih efektif.