Kajian
Kajian Efektivitas Fungsi Auxiliary Services di Pemerintah Daerah
Selasa, 26 Mei 2009 | 12:00:00 WIB - Jumlah Dilihat: 1885
 
 

Tim penulis: 
Yudiantarti Safitri, RR. Harida Indraswari, Wuri Indri Pramesti, Joni Dawud, Haris Faozan

Tahun: 
2009

Lokus: 
Kota Palembang, Kota Yogyakarta, Kota Bengkulu, Kab. Tangerang, Kab. Musi Rawas,  Kota Malang , Kota Mataram, Kab. Madiun, Kota Sukabumi, Kab. Gresik

ABSTRAK

Implementasi Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, berimplikasi terhadap penataan kelembagaan di jajaran pemerintah daerah. Ditinjau dari perspektif manajemen, birokrasi modern yang saat ini diperlukan adalah birokrasi yang secara fisik organisasional kecil tetapi secara kualitatif kapasitasnya besar atau dikenal dengan “ramping struktur kaya fungsi”.

Keberadaan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 bertujuan untuk menjadi pedoman dan pengendalian yang menyeluruh bagi penyusunan Organisasi Perangkat Daerah, sehingga Organisasi Perangkat Daerah yang dibentuk dapat menangani seluruh urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Tujuan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 tersebut menyiratkan bahwa Organisasi Perangkat Daerah dan masing-masing Organisasi Perangkat Daerah telah memiliki fungsi masing-masing. Dengan demikian diharapkan overlapping tugas dan fungsi antar Organisasi Perangkat Daerah dapat diminimalisir. Sekretariat Daerah merupakan bagian dari Organisasi Perangkat Daerah yang memiliki memiliki kedudukan yang sangat strategis dan penting, bahkan dapat dikatakan sedikit lebih tinggi kedudukannya dibanding Organisasi Perangkat Daerah lainnya. Dalam konteks ini, Sekretaris Daerah hampir mirip dengan Chief Executive Officer (CEO), karena pimpinan Organisasi Perangkat Daerah lainnya bertanggung jawab kepada Gubernur/Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah. Sebagaimana diketahui bahwa peran pokok pemerintah pada dasarnya adalah memberikan pelayanan publik yang diperutukan bagi masyarakat, Penyelenggaraan pelayanan oleh pemerintah pada pokoknya mencakup: (1) pelayanan eksternal, yaitu pelayanan yang ditujukan kepada masyarakat atau publik dalam urusan yang sesuai dengan tugas dan fungsi Instansi pemerintah; dan (2) pelayanan internal, yaitu pelayanan yang dilaksanakan oleh manajemen atau oleh supporting unit, di dalam instansi pemerintah yang bersangkutan agar pelayanan internal dapat diselenggarakan secara berdayaguna dan berhasil guna. Dalam hal ini pelayanan eksternal dilaksanakan di pemerintahan daerah oleh Sekretariat Daerah, Sekretariat Daerah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya berfungsi sebagai supporting unit dalam Pemerintahan Daerah.

Permasalahan organisasi perangkat daerah selama ini masih berkisar pada tinggi dan gemuknya struktur organisasi, overlapping tugas dan fungsi, dan peranannya lebih bersifat rowing daripada steering. Gejala tersebut juga terlihat pada Sekretariat Daerah selaku Organisasi Perangkat Daerah yang menyelenggarakan fungsi auxiliary. Fenomena di daerah menunjukkan terjadinya penumpukan pegawai di Sekretariat Daerah dibandingkan dengan Dinas-Dinas daerah selaku technical core pemerintah daerah. Desain organisasi Sekretariat Daerah --dan OPD pada umunnya—kurang memperhatikan sudut pandang akademik dan kondisi empirik sehingga eksistensinya sebagai sebuah open system, kerapkali belum mampu menghasilkan kinerja optimal.

Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah yang diangkat adalah ”Bagaimanakah Efektivitas Sekretariat Daerah Dalam Penyelenggaraan Fungsi Auxilary Service Bagi Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten/Kota?”. Rumusan masalah tersebut lebih lanjut dirinci ke dalam beberapa pertanyaan mendasar, yaitu
1. Bagaimana rumusan tugas pokok, fungsi, dan uraian tugas di lingkungan Sekretariat Daerah Kabupaten/Kota dalam rangka menyelenggarakan fungsi auxilary service bagi organisasi perangkat daerah?
1. Bagaimana kapasitas Sumber Daya Aparatur aparatur di lingkungan Sekretariat Daerah Kabupaten/Kota dalam rangka menyelenggarakan fungsi auxilary service bagi organisasi perangkat daerah?
2. Bagaimana pengaturan formal di lingkungan Sekretariat Daerah Kabupaten/Kota dalam rangka menyelenggarakan fungsi auxilary service bagi organisasi perangkat daerah?
3. Bagaimana pelaksanaan fungsi auxilary service di lingkungan Sekretariat Daerah Kabupaten/Kota bagi organisasi perangkat daerah? Kajian ini diharapkan dapat mendeskripsikan bagaimana formulasi rumusan tugas pokok, fungsi, dan uraian tugas di lingkungan Sekretariat Daerah, kapasitas sumber daya aparaturnya, dan pengaturan formal di lingkungan Sekretariat Daerah Kabupaten/Kota.

Kajian ini diharapkan juga dapat mendeskripsikan efektivitas fungsi auxilary service di lingkungan Sekretariat Daerah Kabupaten/Kota bagi organisasi perangkat daerah. Kajian ini bertujuan untuk mendeskripsikan efektivitas Sekretariat Daerah dalam penyelenggaraan fungsi auxilary service bagi organisasi perangkat daerah kabupaten/kota, dengan cakupan pembahasan yang meliputi:

1. Rumusan tugas pokok, fungsi, dan uraian tugas di lingkungan Sekretariat Daerah Kabupaten/Kota dalam rangka menyelenggarakan fungsi auxilary service bagi organisasi perangkat daerah.
2. Kapasitas Sumber Daya Aparatur di lingkungan Sekretariat Daerah Kabupaten/Kota dalam rangka menyelenggarakan fungsi auxilary service bagi organisasi perangkat daerah.
3. Pengaturan formal di lingkungan Sekretariat Daerah Kabupaten/Kota dalam rangka menyelenggarakan fungsi auxilary service bagi organisasi perangkat daerah.
4. Pelaksanaan fungsi auxilary service di Daerah menurut PP 41 tahun 2007

Berdasarkan penggunaannya, kajian ini merupakan Penelitian Terapan yang diarahkan untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah. penelitian ini akan mendeskripsikan secara sistematis dan analitis mengenai pandangan dan sikap pemangku kepentingan terhadap efektivitas fungsi auxiliary service di lingkungan Sekretariat Daerah. Selain itu melalui pendekatan ini juga akan dideskripsikan bagaimana para pemangku kepentingan terlibat dalam fungsi auxiliary service yang diselenggarakan jajaran Sekretariat Daerah. Data yang dibutuhkan dalam kajian ini meliputi data primer dan sekunder, dimana untuk data primer akan diperoleh melalui kuesioner, wawancara mendalam, dan focussed group discussion. Sedangkan pengumpulan data sekunder akan diperoleh melalui buku-buku teks dan hasil-hasil penelitian/kajian, peraturan perundangan dan dokumen-dokumen yang relevan. Instrumen kajian ini disusun dalam rangka pengumpulan data mengenai efektivitas fungsi auxiliary service di lingkungan Sekretariat Daerah, khususnya yang berkaitan dengan: Penyelenggaraan fungsi; Rumusan tugas pokok, fungsi, dan uraian tugas, Sumber Daya Aparatur Aparatur; dan Ketatalaksanaan di jajaran Sekretariat Daerah. Instrumentasi dalam kajian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu:
1. Tahap pertama, validasi instrumen ke Lokus yang telah disepakati oleh tim. Uji validasi tersebut dimaksudkan untuk mengetahui apakah insrumen tersebut cukup andal atau tidak, komunikatif, dapat dipahami dan sebagainya
2. Tahap kedua, berdasarkan hasil validasi, kemudian instrument dirancang kembali yang akan digunakan untuk menggali data primer di daerah-daerah kajian.

Pemilihan lokus di fokuskan pada besaran kompleksitas daerah yang berada di pulau Sumatera, Jawa dan Nusa Tenggara. Kompleksitas daerah dibagi dalam tiga tingkatan yaitu : 1) Besar, 2) Sedang dan 3) Kecil, yaitu :
1. Kota Palembang, Kota Yogyakarta, Kota Bengkulu dan Kabupaten Tangerang.
2. Kabupaten Musi Rawas, Kota Malang dan Kota Mataram.
3. Kabupaten Madiun, Kota Sukabumi dan Kabupaten Gresik
Analisis data dilakukan terhadap dua aspek penting penelitian ini. Aspek pertama adalah terhadap enabling factors yang meliputi rumusan tugas pokok, fungsi, dan uraian tugas; kapasitas SDA aparatur; dan ketatalaksanaan di lingkungan Sekretariat Daerah. Sedangkan aspek kedua adalah penyelenggaraan fungsi Sekretariat Daerah, yang terdiri atas: Penyusunan Kebijakan Pemerintah Daerah; Pengoordinasian Pelaksanaan Tugas Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah; Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Daerah; dan Pembinaaan Administrasi dan Aparatur Pemerintahan Daerah.

Pengembangan instrument berpijak pada 4 (empat) variabel yang diteliti dalam kajian ini yaitu: (1) penyelenggaraan fungsi Sekretariat Daerah; (2) Rumusan tugas pokok, fungsi, dan rincian/uraian tugas di lingkungan Sekretariat Daerah; (2) ketatalaksanaan di lingkungan Sekretariat Daerah; dan (3) Sumber Daya Aparatur aparatur di lingkungan Sekretariat Daerah serta (4) Fungsi Sekretariat Daerah berdasarkan PP 41 tahun 2007. Dari masing-masing variabel tersebut diturunkan menjadi beberapa dimensi dan indikator, serta kriteria penilaiannya. Standar berikut merupakan turunan dari 4 (empat) variabel yang diteliti dalam kajian ini. Dari standar pengukuran telah disusun dimensi-dimensi dan indikator-indikator yang akan dijadikan pedoman untuk menilai tingkat efektivitas pelaksanaan fungsi auxiliary servises oleh Sekretariat Daerah, dengan didasarkan pada kriteria-kriteria yang telah ditentukan, seperti yang terlihat dibawah ini :

  • Dimensi Tupoksi dapat diukur melalui criteria Kandungan rumusan tupoksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku, Tupoksi dan uraian tugas jelas dan mudah dipahami pegawai, Kejelasan batasan fungsi antar unit, Tidak adanya duplikasi pekerjaan, Dilaksanakannya pengawasan berjenjang, Pertanggungjawaban dilakukan melalui rantai komando yang jelas
  • Dimensi Ketatalaksanaan dapat diukur melalui criteria SOP sebagai alat koordinasi yang jelas dan tegas, SOP mudah dipahami dan diimplementasikan, Standar teknologi yang digunakan telah sesuai dalam mendukung pelaksanaan proses kerja, Sistem reward and punishment telah jelas dan memiliki kekuatan legal, Mekanisme kontrol dan evaluasi yang jelas dan praktis
  • Dimensi Sumber Daya Aparatur dapat diukur melalui Ketersediaan dan terpenuhinya standar kompetensi pegawai, Jumlah SDA sesuai dengan kebutuhan, Komposisi SDA telah sesuai dengan kebutuhan
  • Dimensi Fungsi Setda dapat diukur melalui empat sub dimensi penyelenggaraan yang masing-masing diukur melalui kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Sub dimensi terdiri dari fungsi penyusunan kebijakan di pemerintahan daerah, fungsi pengkoordinasian dinas dan Lemtekda, fungsi monitoring dan evaluasi fungsi pembinaan administrasi dan aparatur.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, berikut ini merupakan rumusan hasil kajian,

  • Berdasarkan penilaian terhadap aspek tupoksi, sumber daya aparatur, ketatalaksanaan dan pelaksanaan 4 (empat fungsi) yang dilakukan oleh Sekretariat Daerah menunjukkan bahwa pelaksanaan fungsi Setda dinilai belum efektif
  • Penilaian terhadap aspek tugas pokok dan fungsi yang didasarkan pada tingkat kejelasan tupoksi dan uraian tugas, batasan pekerjaan antar unit dan pengawasan yang dilakukan, menunjukkan bahwa 60% dari keseluruhan daerah menyatakan sudah efektif. Dari hasil analisis berdasarkan wawancara dan kuesioner, rata-rata responden mengatakan telah efektif akan tetapi dalam kenyataannya perumusan dan penulisan yang dilakukan oleh beberapa daerah belum sepenuhnya benar dan sesuai dengan aturan yang berlaku
  • Berdasarkan aspek ketatalaksanaan diketahui bahwa dari Setda Kabupaten/Kota yang menjadi sampel dalam penelitian ini baru 25% diantaranya yang efektif dalam manajemen ketatalaksanaan, sedangkan sebagian besar yaitu 75% disinyalir masih tidak efektif, hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya : (a) Belum tersedianya kebijakan tertulis yang mengatur secara formal mengenai tata hubungan kerja dan organisasi di lingkungan Sekretariat Daerah, serta Standard Operating Procedure (SOP) yang menjadi petunjuk pelaksanaan tugas semua kegiatan di unit-unit di Sekretariat Daerah, (b) Masih belum optimalnya dukungan tekonologi informasi, sarana dan prasarana bagi kelancaran pelaksanaan tugas di jajaran Sekretariat Daerah, (c) Pola pemberian penghargaan dan hukuman (reward and punishment) di lingkungan pemda belum dibuat sebagai sistem yang jelas dan memiliki kekuatan legal, (d) Mekanisme kontrol dan evaluasi yang diterapkan belum semuanya dipolakan secara formal dalam suatu kebijakan tertulis, dan masih cenderung bersifat kontrol administratif daripada mengarah pada evaluasi pelaksanaan kegiatan
  • Penilaian terhadap aspek SDA didasarkan pada beberapa indikator yang mencakup kuantitas dan kualitas SDA. Kuantitas SDA dinilai dari jumlah serta komposisi persebaran SDA dengan membandingkan antara Sekretariat Daerah dengan Pemda secara keseluruhan. Sedangkan kualitas SDA dilihat dari kompetensi berdasarkan kualifikasi pendidikan, keterampilan dan prasyarat jabatan sesuai dengan aturan yang berlaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 25% aspek yang dinilai sudah efektif, sedangkan 75% aspek lainnya dianggap belum efektif Beberapa temuan yang disinyalir menjadi faktor ketidakefektifan faktor SDA diantaranya (a) Masih rendahnya kualitas SDA Setda, (b) belum meratanya komposisi persebaran SDA di Setda, khususnya yang berkaitan dengan tingkat kompetensinya
  • Tingkat efektivitas pelaksanaan keempat fungsi Setda baru mencapai angka 46%, sedangkan 54% yang lain masih menunjukkan indikasi belum efektif. Beberapa penyebab yang teridentifikasi adalah karena sebagian besar Setda belum memiliki petunjuk teknis dan SOP yang mengatur mengenai hubungan tata kerja antar unit, baik di dalam internal Setda maupun antara Setda dengan SKPD lain Dari hasil analisis pada pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penyelenggaraan fungsi auxiliary service belum efektif. Ketidakefektifan fungsi ini disebabkan oleh beberapa aspek yaitu, Tugas pokok dan fungsi, Ketatalaksanaan dan Sumber Daya Aparatur.

Agar fungsi-fungsi auxiliary service yang dilakukan Sekretariat Daerah berjalan dengan efektif, maka Sekretariat daerah harus memperbaiki aspek-aspek internal yang terkait didalamnya yaitu :

1. Tugas pokok dan fungsi
2. SOP serta aturan-aturan yang berlaku untuk mendukungnya
3. Pengembangan Sumber daya aparatur