Kajian
Kajian Model Talent Management Bagi Pengembangan Karier Pegawai Negeri Sipil
Rabu, 6 Januari 2016 | 12:00:00 WIB - Jumlah Dilihat: 1955
 
 

Tim penulis:
Baban Sobandi, Putri Wulandari, Pratiwi, Candra Nugroho, Susy Ella, Agus Wahyuadianto, Harida Indraswari, 

Tahun:
2015

Lokus:
Pemerintah Daerah

ABSTRAK

Pegawai Negeri Sipil merupakan ujung tombak penyelenggaraan pemerintahan. Dikatakan demikian, karena baik buruknya pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah berpangkal pada Pegawai Negeri Sipil. Untuk membentuk Pegawai Negeri Sipil yang kompeten sehingga mampu memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, maka pengelolaan (management) Pegawai Negeri Sipil harus dilakukan dengan baik, sehingga tujuan penyelenggaraan pemerintahan dapat dicapai secara optimal.

Pada prakteknya, manajemen Pegawai Negeri Sipil belum dilakukan dengan semestinya, termasuk dalam manajemen pengembangan karier. Temuan penelitian PKP2A III LAN Samarinda pada Tahun 2009 menunjukkan bahwa penyimpangan-penyimpangan dalam pengembangan karier PNS antara lain penempatan seseorang pada suatu jabatan yang tidak sesuai dengan latar belakang dan kapasitasnya, mekanisme reposisi yang tidak transparan/tertutup dan mendadak, serta kuatnya pengaruh nonteknis seperti pengaruh pimpinan daerah terhadap karier seorang PNS (PKP2A III LAN Samarinda, 2009).

Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Pilatu, dkk (dalam Budiono : 2014) menyimpulkan bahwa penempatan pegawai telah terlaksana akan tetapi terdapat beberapa permasalahan antara lain penempatan yang tidak sesuai dengan pendidikan, usia dan pengalaman kerja pegawai, pelaksanaan promosi telah dilaksanakan namun masih terdapat pegawai yang dipromosikan hanya karena kedekatan dengan atasan sehingga mengakibatkan kekurangproduktifan dalam bekerja dan membuat ketidakadilan bagi pegawai lain, program promosi yang dilaksanakan belum terencana dengan baik, pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi dan terkadang proses perekrutan peserta diklat yang kurang jelas dan tidak sesuai dengan bidangnya. Selain itu, terdapat juga pelaksanaan diklat yang hanya untuk memenuhi syarat administrasi untuk menduduki suatu jabatan.

Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Joice Djeffrie Singal (2008) menyimpulkan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil sampai pada penempatan pegawai dalam jabatan struktural masih diwarnai oleh spoil system, nepotism system, dan patronage system. Transformasi normatif manajemen Pegawai Negeri Sipil dalam implementasinya banyak terrganjal oleh kultur lama yang terlanjur mengakar dan sulit diubah sebagai akibat dari pola rekrutmen pegawai masa lalu yang lebih bernuansa “rekrutmen politik” untuk kepentingan membesarkan dukungan terhadap partai yang masa lalu mengkooptasi birokrasi. Selain itu, secara terstruktur posisi perangkat kepegawaian daerah dan personil di dalamnya lemah dihadapan Pejabat Pembina yang dalam hal ini dijabat oleh pejabat politik. Karena ketika Pejabat yang berkuasa menginginkan atau mengeluarkan kebijakan sesuai dengan keinginannya maka perangkat pegawai tidak dapat menolak meskipun hal tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.

Untuk menjamin keberlangsungan penyelenggaraan pemerintahan, Undang-undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara mengamanatkan bahwa pelaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil harus didasarkan pada merit system. Sistem ini bertujuan untuk membandingkan antara kompetensi dan kualifikasi yang diperlukan oleh jabatan dengan kompetensi dan kualifikasi yang dimiliki oleh calon dalam rekrutmen, pengangkatan, penempatan, dan promosi pada jabatan sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik.

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk melaksanakan merit system di instansi pemerintah yang sejalan dengan perkembangan Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) adalah dengan dilaksanakannya talent management. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mc Kinsey (dalam Yahya, 2009) menunjukkan pentingnya talent management dalam sebuah organisasi karena terdapat organisasi yang belum dapat mengelola pegawai bertalentanya dengan baik sehingga tidak jarang organisasi kesulitan untuk menempatkan pegawai bertalenta tinggi untuk menduduki posisi-posisi strategis organisasi. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Boston Consulting Group (dalam Yahya, 2009) menyimpulkan pentingnya talent management dalam organisasi dikarenakan (1) pegawai bertalenta dan kepemimpinan akan menjadi sumber daya yang semakin langka; (2) usia angkatan kerja secara rata-rata akan semakin tua, dan kini orang berkecenderungan untuk memiliki lebih sedikit anak; (3) organisasiorganisasi akan bergerak menjadi organisasi global serta (4) kebutuhan emosional karyawan akan semakin penting.

Tidak hanya di organisasi swasta, pentingnya talent management pun telah diakui kemanfaatannya dalam peningkatan kinerja organisasi di instansi pemerintah (public sector) di negara lain, seperti Inggris, Kanada, Afrika Selatan, Singapura, Malaysia, dan Thailand. Model talent management yang diterapkan di masing-masing negara tersebut berbeda satu dengan lainnya. Talent management yang diterapkan di Singapura, Malaysia dan Thailand terdiri dari tiga tahapan, yakni perekrutan talenta (talent recruitment), pengembangan talenta (talent development), serta meretensi/ mempertahankan talenta (talent retention). Kemudian, model talent management yang dikembangkan di Afrika Selatan mengikuti lima tahapan, yakni perencanaan talenta (talent planning), pengidentifikasian talenta (talent identification), pengklasifikasian talenta (talent classification), manajemen karier (career management), dan talent balance sheet. Kelima proses tersebut terintegrasi pada sebuah model employee engagement (Kock dan Burke, 2008: 457).

Model lain yang dikembangkan oleh Halogen (2014), membagi talent management ke dalam tujuh tahapan, yaitu perekrutan (recruiting), gambaran pekerjaan (job descriptions), kompensasi (compensation), pembelajaran (learning), suksesi (succession), pemeriksaan 360 (360 reviews), dan prestasi/kinerja (performance). Sedangkan Karn mengembangkan model talent management berdasarkan delapan tahapan, yakni perencanaan tenaga kerja (workforce planning), perekrutan (recruiting), on boarding, manajemen kinerja (performance management), pelatihan dan dukungan pengembangan (training and performance support), perencanaan suksesi (succession planning), kompensasi dan manfaat (compensation and benefits), dan analisis kesenjangan keterampilan (critical skills gap analysis).

Di Indonesia sendiri, konsep mengenai talent management untuk pertama kalinya mulai diterapkan pada perusahaan multinasional (Vorhauser, 2012: 8). Model talent management yang digunakan adalah melalui lima tahapan, yaitu perekrutan (recruitment), manajemen kinerja (performance management), pelatihan dan pengembangan (training and development), promosi (promotion), serta pengelolaan suksesi (succession management) dan penghargaan (reward). Beberapa BUMN dan perusahaan swasta, seperti PT. Garuda Indonesia dan PT Astra telah menerapkan konsep ini.

Khusus di instansi pemerintah, proses pengembangan karier melalui manajemen Pegawai Negeri Sipil belum dilaksanakan berdasarkan talent management. Oleh karena itu, mengingat betapa pentingnya talent management, maka Indonesia perlu membangun sebuah model talent management dalam pengembangan karier Pegawai Negeri Sipil. Sehubungan dengan hal tersebut, pada tahun 2015 ini, Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur I melakukan kegiatan penelitian yang berjudul Kajian Model Talent Management dalam Pengembangan Karier Pegawai Negeri Sipil.